Xia, Kisah Pengorbanan Seorang Guru

Xia tinggal di desa kecil di propinsi Ganshu. Setiap penduduk mengenalnya sebagai gadis yang menawan, amat berbeda dengan gadis-gadis desa lainnya. Suatu hari Xia mendengar bahwa sebuah sekolah di desa membutuhkan seorang guru. Tanpa berpikir panjang, Xia langsung mengajukan diri menjadi guru dengan tanpa imbalan.

Di hari pertama Xia mengajar, setiap murid dibuatnya terpesona dengan kecantikannya. Sejak itu kelas yang lebih layak disebut sebagai tempat penampungan tersebut selalu penuh dengan canda tawa setiap murid. Berkat kerja keras Xia, banyak murid mengenal lebih banyak kosakata bahasa mandarin dan mendapat tambahan ilmu pengetahuan yang berharga.

Sebagai seorang guru, Xia sangat sedih menyaksikan betapa minimnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut. Suatu hari badai besar menghancurkan kelas mereka semua murid tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Lalu kepala sekolah datang ke kota untuk merundingkan hal tersebut dengan walikota yang mengurus anggaran bagian pendidikan agar memberikan sumbangan uang untuk memperbaiki sekolah mereka. Namun permohonan itu dotolak dan kepala sekolah kembali dengan tangan kosong.
Kepala sekolah mengatakan kepada Xia bahwa walikota akan memberikan uang kalo hanya Xia yang datang kepada dia dan meminta uang kepadanya secara pribadi. Terdorong keinginan untuk menolong, Xia yang tidak pernah keluar dari desa dan tidak pernah pergi jauh dari rumahnya, akhirnya memutuskan untuk pergi memohon dana pada sang walikota. Sebelumnya Xia sempat cemas kalau kunjungannya akan mengacaukan suasana, akan tetapi dia tetep memutuskan pergi demi murid-muridnya.

Setelah berjalan kaki sejauh lebih dari 10 kilo, Xia tiba di kantor walikota yang indah. Di sana sang walikota menyambut kedatangan Xia dan mununjukkan tangannya ke sebuah ruangan dan mengatakan “Uangmu ada di kamar tersebut. Kalau kamu mau, ikutilah aku.”

Xia melihat sebuah ruangan dengan ranjang yang besar. Di atasnyalah ia kemudian diperkosa sang walikota dan harus menyerahkan keperawanannya. Darah segar dari keperawanannya meninggalkan bekas dan jejak di sprei. Warnanya lebih merah daripada warna bendera national China. Namun Xia sedikitpun tidak menangis. Yang ada di pikirannya adalah bayangan kekecewaan para muridnya jika ia gagal mengusahakan dana sehingga mereka tidak memiliki kelas unuk belajar. Setelah itu Xia bergegas pulang dan tidak memberi tahu kepada seorangpun tentang kejadian di kantor sang walikota.
Hari berikutnya, para penduduk membeli kayu dan membetulkan kondisi kelas. Akan tetapi kala ada hujan yang deras, kelas tersebut tetap tidak bisa digunakan. Xia mengatakan kepada murid muridnya bahwa walikota akan membangun sebuah sekolah yang bagus buat mereka. Dalam waktu enam bulan, sepuluh kali kepala sekolah mengunjungi tetapi selalu gagal mengusahakan dana yang diperlukan.

Pada saat semester baru berganti, banyak murid yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena ketiadaan biaya dan mereka harus membantu orangtuanya bekerja. Alhasil, jumlah murid di sekolah pun kian berkurang. Ketika mengetahui bahwa harapan murid-muridnya telah hilang bagaikan asap, Xia masuk ke kamarnya, membuka bajunya, dan melihat tubuh telanjangnya di depan cermin. Xia bersumpah akan memakai tubuhnya yang indah untuk mewujudkan impian dari murid-muridnya untuk bisa kembali sekolah. Xia tahu bahwa banyak gadis desa bekerja sebagai pelacur di kota untuk mencari uang. Itulah satu-satunya cara yang cepat dan mudah untuk mendapatkan uang.

Setelah membersihkan diri, Xia mengepang dua rambutnya lalu berpamitan pada kepala sekolah, ayah dan sekolah lalu berangkat ke kota. Ayahnya tersenyum bangga, tetapi kepala sekolah menangisi pilihan Xia. Di tengah keindahan kota, Xia bekerja di sebuah salon. Setiap hari ia harus berbaring di ranjang yang kotor dan melayani para pria hidung belang. Di malam pertamnya bekerja Xia menulis di diarynya: “Sang walikota tidak bisa di bandingkan dengan tamu pertamanya yang lebih parah dan lebih kejam. Akan tetapi setidaknya tamunya telah membayar dan memberi uang.”

Xia mengirimkan semua uang penghasilannya kepada kepala sekolah dengan menghemat biaya untuk hidup nya dengan harapan bisa mengirim lebih banyak lagi ke kepala sekolah. Sang kepala sekolah menerima uang tersebut dan mengikuti untuk menggunakan uang utk membangun sekolah… Ketika setiap orang yang menanyakan sumber uang tersebut, sang kepala sekolah hanya menjawab bahwa di dapat dari donasi dari organisasi social. Akan tetapi seiring waktu, penduduk mengetahui bahwa sumber dana dari seorang mantan guru yang bernama Xia. Banyak reporters yang ingin meliputi berita ini akan tetapi di tolak oleh Xia dengan alasan bahwa dia hanya seorang pelacur biasa.Dengan uang tersebut, sekolah telah berubah drastis…Bulan pertama, ada papan tulis baru…Bulan ke dua, ada bangku kayu dan bangku…Bulan ke tiga, setiap murid mempunyai buku masing masing. Bulan ke empat, setiap murid mempunya dasi masing masing. Bulan ke lima, tidak ada seorang murid pun yang datang ke sekolah tanpa alas kaki.

Bulan ke enam, Xia kembali mengunjungi sekolah Xia disambut dengan gembira dan para murid menyapa, ”Guru, kamu telah kembali guru, kamu cantik sekali.”
Melihat kegembiraan dari para murid muridnya, Xia tidak berkuasa untuk menangis. Tidak peduli berapa banyak air mata yang di teteskan nya dan berapa banyak derita, keluh kesan dan kisah sedih yang dia lalui dalam 6 bulan, Xia merasakan semua kisah sedih dan penderitannya itu sangat seimbang dan pantas untuk harga yang dia bayar untuk melihat apa yang Xia lihat saat itu. Setelah beberapa hari di rumah, Xia kembali ke kota. Pada bulan ke tujuh, sekolah telah mempunyai lapangan bermain yang baru. Pada bulan ke delapan, sekolah membangun lapangan basket…pada bulan ke sembilan, setiap murid mempunya pensil yang baru. Pada bulan ke 10, sekolah mempunya bendera nasional sendiri, setiap murid bisa menaikan bendera setiap harinya.

Suatu hari Xia dikenalkan pada seorang pengusaha yang bersedia membayar 3000 rmb buat satu malam. Dengan pikiran yang lelah yang telah dia lalui beberapa tahun lalu, Xia dengan lelah menuju hotel sang pengusaha asing. Dia bersumpah bahwa itu adalah pekerjaan kotor yang terakhir bagi dia dan setelah itu dia akan kembali ke desa dan bersama sama murid muridnya di sekolah. Akan tetapi nasib berkata lain sungguh tragis telah terjadi malam itu dimana Xia bersumpah untuk terakhir kalinya, Xia di diperkosa dan disiksa hingga tewas oleh pengusaha asing tersebut. Xia baru saja bertambah umur nya menjadi umur 21 tahun. Xia saat itu juga meninggal tanpa mencapai keinginan yang terakhir, yaitu untuk membangun satu kelas yang bagus dengan dua komputer yang bisa digunakan oleh para murid.

Seorang pelacur telah meninggal dunia. Keheningan yang penuh air mata. Saat itu langit kota Shenzen masih berwarna biru seperti lautan. Para murid, guru, dan ratusan penduduk menghadiri acara pemakaman Xia di desa kecil bernama “Ganshu.” Hari itu semua hanya bisa melihat foto hitam putih Xia yang rambutnya dikepang dua dan tersenyum bahagia. Kepala sekolah membuka diary Xia dan membacakanya di depan para murid murid nya dan Xia menulis “Sekali melacur, bisa membantu satu anak yang tidak bisa sekolah. Sekali menjadi wanita simpanan, bisa membangun sebuah sekolah yang telah hilang harapan.”

Hari itu bendera setengah tiang dikibarkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lebih Dari Jawaban Doa

Berkat bagi Bangsa

Tuhan yang Adil