Telur Paskah Annabelle

Angin bertiup sangat kencang menjelang musim panas tahun ini. Hari ini Anabelle hanya menemukan dua buah kardus. Kardus pertama ditemukannya di samping toko Mr. Hans. Kardus itu sedikit berbau asam. Beberapa sudutnya telah terkoyak. Beberapa sisa plester masih bergantungan di lipatan kardus bagian bawah. Anabelle tidak dapat membaca. Namun dia tahu bahwa kardus itu sebelumnya berisi toples-toples selai blueberry. Sesaat ia bergidik membayangan setangkup roti dengan lapisan selai blueberry. Tentu rasanya sangat lezat. Ia belum pernah memakan roti dengan lapisan blueberry. Ia hanya membayangannya saja. Tentu saja setiap makanan terasa enak baginya. Termasuk sisa-sisa brokoli yang sering dipungut Andrew di kedai Mrs. Finn.
Kardus kedua ditemukannya di bawah ayunan di taman kota. Ia menemukannya saat sebuah suara dengkingan lirih menyentuh pendengarannya. Kardus itu berisi anak anjing. Anak anjing yang berusaha melompat keluar dari kardus. Namun salah satu pergelangan kaki belakangnya menahannya untuk melompat. Anabelle melihat kakinya berkelok aneh. Seperti patah atau cacat. Entahlah. Dia tidak peduli. Dia menggulingkan kardus itu sehingga anak anjing di dalamnya terlempar keluar.
Anabelle tidak menghiraukan dengkingan anak anjing itu. Tentu saja dia sama kelaparannya denganku, ujarnya dalam hati. Seumur hidup Anabelle belajar untuk tidak membagi apa pun yang dimilikinya dengan orang lain. Termasuk kepada seekor anak anjing. Masalahnya bukan karena dia tidak ingin berbagi. Namun karena memang tidak ada yang bisa dibagi. Satu-satunya orang yang ingin dia berikan bagian dari miliknya adalah Andrew. Namun Andrew begitu dingin dan kasar. Dan entah mengapa Anabelle sangat menyukai kekasarannya. Walaupun kasar dan tidak pernah tersenyum, Andrew tidak pernah menyakiti Anabelle. Dia hanya memaki jika Anabelle membuatnya kesal. Kemudian dia akan meninggalkan Anabelle berhari-hari.
Anabelle pernah melihat Andrew pulang dengan muka yang babak belur. Ketika Anabelle ingin membantunya membersihkan bekas-bekas luka di wajah Andrew, dia menolaknya dan mengata-ngatainya. Namun Anabelle bukan gadis yang bisa menangis. Dia bahkan lupa bagaimana cara menangis. Karena dia tidak memiliki alasan untuk menangis. Saat itu biasanya dia hanya mendengus kesal dan membiarkan Andrew memikirkan dirinya sendiri.
Suatu hari Anabelle berkenalan dengan seorang wanita yang berpapasan dengannya di depan sebuah gereja. Wanita itu menyapanya dan mengajaknya makan siang di kedai Mrs. Finn. Tetu saja Mrs. Finn hanya mendelik kepadanya dan kemudian mendenguskan napasnya keluar dari hidungnya yang bengkok seperti kaki belakang anak anjing yang patah.
Wanita itu menanyainya macam-macam. Anabelle menjawab dengan susah payah. Sulit sekali menjawab setiap pertanyaan Mrs. Thankful dengan mulut yang penuh pai nenas dan kue-kue coklat buatan Mrs. Finn. Saat itu dia pun mengutuk Mrs. Finn habis-habisan karena dia tidak pernah diberikan kesempatan oleh Mrs. Finn untuk mencicipi kue-kue coklat itu.
“Jadi,” Mrs. Thankful berusaha menanyainya lagi, “Darimana kau dapatkan nama itu, Anabelle?”
“Dari Andrew.”
“Siapa dia?”
“Tuhanku.”
“Tuhan? Apa maksudmu?”
“Entahlah. Dia mengatakannya padaku bahwa dia adalah tuhanku. Jadi, yah, kupikir dia adalah tuhanku.”
“Apakah kau tahu siapakah Tuhan itu?”
“Tentu saja.”
“Siapa Dia?”
“Andrew.”
Sekali waktu Mrs. Thankful mengunjungi Anabelle. Agak susah mencari tempat tinggal Anabelle karena dia bisa tidur dimana saja. Kadang di belakang gudang barang di dermaga yang dijaga Mr. Dubhlainn, seorang pria galak yang paling takut dengan kucing. Pada hari lainnya, Mrs. Thankful menemukan Anabelle sedang meringkuk di balik kardus di terowongan taman. Anabelle tidur di mana saja. Anabelle tidak pernah peduli. Dia hanya peduli pada makanan dan pakaian.
Entah berapa umur Anabelle saat Mrs. Thankful bertemu dengannya. Yang pasti Anabelle masih terlalu kecil untuk berkeliaran di pelosok kota. Perang saudara yang berkecamuk tahun-tahun belakangan membuat Dublin menjadi kota yang kurang terawat. Bahkan beberapa gelandangan menghiasi sudut-sudut kota. Namun, Dublin selalu memiliki nyanyian dan tarian untuk mengusir suasana duka. Mereka masih memiliki bir-bir kualitas terbaik, masih memiliki salmon asap yang sedap, masih percaya para leprechaun sering bersembunyi di balik gorden-gorden ruang tamu dan masih menempatkan lilin-lilin bernyala di ambang jendela saat natal.
Anabelle menikmati bermacam-macam pai dalam beberapa hari berikutnya. Tentu saja dia masih melihat Mrs. Finn yang mendengus, melahap semua makanan yang terhidang dengan rakus, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Mrs. Thankful sekenanya. Kali ini Mrs. Thankful bertanya tentang Andrew.
“Aku tidak tahu dia berasal dari mana,” jawab Anabelle. Dia kesusahan menenggak jus apel sehingga serbetnya belepotan air jus.
“Lantas, kau kenal dia dimana?” Mrs. Thankful masih berusaha mencari tahu.
“Entahlah. Dia datang begitu saja. Plop! burung bangau menjatuhkannya di sebelahku.”
“Burung bangau?”
“Ya. Burung bangau yang sangat besar.”
“Apakah kau melihat burung bangau itu?”
“Kupikir demikian. Er, kalau burung itu tidak besar, bagaimana mungkin dia dapat mengangkat Andrew, bukan?”
“Dimana dia saat ini?”
“Entahah. Dia tidak pernah memberitahuku. Dia datang dan pergi begitu saja. Mungkin dia sedang mencari kardus.”
“Untuk apa kardus-kardus itu?”
“Untuk dijadikan tempat tidur,dong.”
“Selama ini kalian tidur dibawah kardus?”
“Kadang di tempat Mr. Dooh-lin.”
“Mr.-siapa?”
“Dooh-lin. Dia yang jaga dermaga. Aduh, kau selalu saja bertanya.”
“Aku senang bertanya.”
“Dimana kau tidur, Mrs. Thankful?”
“Mrs. Thankful? Jadi, kau memanggilku demikian?”
“Tentu saja. Kau, kan sering mentraktirku makan.”
Mrs. Thankful tergelak dan kemudian memandang Anabelle dengan raut wajah yang susah diartikan. Kemudian dia melihat tas kusam yang selama ini dijinjing Anabelle. Dia tergerak untuk menanyakan isinya.
“Apa yang ada di dalam tas itu, Anabelle?”
“Buku dongeng.”
“Wah, kau senang membaca rupanya.”
“Ya,” Anabelle memandang Mrs. Thankful dengan sorot yang berbinar-binar. “Andrew mengajariku membaca.”
“Oh ya?”
“Ya,” kemudian Anabelle berkata terburu-buru dengan pola suara yang penuh kegairahan, “Dia membacakan banyak cerita dongeng di buku ini. Lalu aku menghapal semua ceritanya. Lama-lama, aku bisa membaca, deh.”
“Apa saja isi cerita dalam buku itu?”
“Macam-macam. Ada cerita putri duyung. Ada juga cerita tentang pohon apel yang bisa sendawa. Beberapa hari lalu andrew membacakan cerita tentang pasukan Viking yang dimakan hantu kabut.”
“Boleh kulihat buku dongengmu?”
Anabelle buru-buru merogohkan tangannya ke dalam tas dan mengeluarkan sebuah buku kusam. Buku itu bersampul kulit kecoklatan dan beberapa bagian tepinya sudah bergerigi seperti dimakan tikus. Anabelle menyerahkan buku itu kepada Mrs. Thankful. Buku itu terasa lembab saat Mrs. Thankful memegangnya. Kemudian dia melihat tulisan yang nyaris pudar di sampul buku itu.
Holy Bible,” desisan Mrs. Thankful nyaris tidak terdengar oleh Anabelle yang kembali asyik mengunyah kue coklat buata Mrs. Finn.
***
Hari ini Anabelle tidak bertemu dengan Mrs. Thankful. Dia telah menunggu berjam-jam di depan gereja agar bertemu dengan wanita itu. Perutnya sudah keroncongan. Anabelle tidak berani masuk ke halaman gereja. Baginya bangunan itu begitu menakutkan dan dingin. Dia sebal sekali dengan beberapa orang yang melihatnya dengan tatapan iba tiap kali dia berada di depan gerbang gereja tiap hari minggu.
Bahkan Mrs. Finn bisa-bisanya memberikan recehan kepadanya sambil bercerita macam-macam tentang rasa prihatinnya terhadap anak-anak jalanan kepada orang-orang di sekitarnya yang ikut manggut-manggut dengan mamasang raut iba seiba-ibanya. Entah mengapa semua orang-orang yang ditemuinya di kota mendadak begitu bermurah hati kepadanya setiap hari minggu. Beda sekali dengan Mrs. Thankful. Entah mengapa Anabelle tidak pernah melihat Mrs. Thankful setiap hari minggu. Dia justru kerap ditemuinya di hari-hari biasa.
Mrs. Thankful selalu berpakaian seperti itu; terusan sebatas lutus yang membalut tubuhnya yang ramping. Senyumnya yang khas sukar dilupakan oleh orang-orang yang ditemuinya. Entah mengapa Mrs. Thankful begitu tertarik dengannya, padahal sepanjang hari mereka berdua hanya menghabiskan waktu di kedai Mrs. Finn.
Hari ini adalah hari yang berbeda. Mrs. Thankful tidak menampakkan diri. Mungkin dia sudah menungguku di kedai Mrs. Finn, pikirnya. Kemudian dia melangkah menyebrangi jalan dan berbelok ke arah kedai Mrs. Finn.
Saat memasuki kedai itu, Mrs. Finn – sambil mendengus seperti biasanya – memberikan sebuah bungkusan kepadanya.
“Apa ini?” tanya Anabelle keheranan.
“Mana kutahu? Wanita yang sering bersamamu itu yang memberikan bungkusan ini kepadamu.”
“Dimana Mrs. Thankful?”
“Mrs. Thankful? Jadi kau menyebutnya demikian? Mana kutahu dia berada dimana saat ini? Jika kau hanya membuang waktuku disini, lebih baik kau pergi sekarang juga,” Mrs. Finn mendelik kearahnya. Hidungnya masih bertengger bengkok di wajahnya. Anabelle buru-buru keluar dari kedai Mrs. Finn.
“Anabelle,” suara teriakan memanggilnya dari belakang kedai. Anabelle mendongakkan kepalanya dan melihat Andrew melambaikan tangannya. Anabelle mengikuti isyarat Andrew untuk mendekatinya. Kemudian Andrew memberikan sesuatu kepadanya.
“Telur?” Anabelle mengernyitkan keningnya.
“Ya. Telur. Ini bukan telur biasa. Ini telur Paskah.”
“Telur Paskah?”
“Ya. Bukan berasal dari unggas. Telur ini keluar dari sendawa pohon cokelat. Oleh karena itu telur ini berisi permen cokelat.”
“Apakah pohon cokelat juga bersendawa?”
“Tentu saja. Setiap pohon bersendawa. Nah, ada pohon cokelat tertentu yang sendawanya mengeluarkan telur. Ngomong-ngomong, apa, sih yang kau pegang?”
“Entahlah. Mrs. Thankful memberikanku ini. Tapi hari ini aku tidak bertemu dengannya. Dia menitipkannya pada Mrs. Finn.”
“Kau masih sering bertemu dengannya?”
“Tentu saja. Dia sering mentraktirku makan pai.”
“Siapa tahu dia membubuhkan racun supaya kau tertidur. Setelah itu dia akan menjualmu pada bajak laut.”
“Dia tidak seperti orang jahat.”
“Ah, berarti dia orang jahat yang pandai bersikap baik.”
“Mengapa kau sinis begitu, Andrew?”
“Aku tidak sinis. Aku hanya ingin kau berhati-hati,” Andrew mengamati bungkusan yang dibawa Anabelle. Kemudian lanjutnya,”Kita buka ,yuk bungkusannya?”
“Yuk,” Anabelle segera membuka bungkusan di genggamannya. Sesaat mereka berdua disibukkan dengan bungkusan dari Mrs. Thankful.
Isi bungkusan itu adalah kue-kue cokelat kesukaan Anabelle dan bertumpuk-tumpuk roti dengan selai blueberry. Mereka berdua berpandang-pandangan. Sesaat kemudian mereka berdua berteriak kegirangan sambil melompat-lompat.
Malam itu mereka berdua tertidur nyenyak di gudang Mr. Mr. Dubhlainn dengan perut nyaris buncit kekenyangan.
***
Hari ini adalah hari minggu. Hari yang dibenci oleh Anabelle. Hal pertama yang dilihat oleh Anabelle kita dia terbangun adalah seekor anak anjing. Anak anjing yang pernah ditemuinya di taman kota tempo hari. Anak anjing itu menggoyang-goyangkan ekornya. Mereka saling berpandangan.
“Mau apa kau di sini?” Anabelle mendelik ke arah anak anjing itu. Anak anjing itu hanya menggonggong dan melompat-lompat seakan mengajaknya untuk keluar. Anabelle tidak melihat Andrew. Dia pergi entah kemana. Seperti biasa.
Mendadak perut Anabelle terasa mulas. Kemudian dia mencari-cari kantong kertas bekas bungkusan makanan dan buang air di sana. Bungkusan yang berisi kotoran itu dilemparkan ke tong sampah dekat dermaga. Anak anjing itu masih mengikutinya. Anabelle mendelik sebal kearahnya.
“Mau kemana kita pagi ini?”
Anak anjing itu hanya menggonggong. Kemudian berlari ke arah jalan utama kota. Anabelle mengikutinya. Dia berjalan selama lima belas menit mengikuti anak anjing itu. Anabelle tidak mempedulikan kemana anak anjing itu mengajaknya. Dia hanya mengikutinya sambil berjalan malas-malasan. Entah mengapa hari ini dia mendadak sangat bosan. Mendadak dia merasa ingin memiliki teman. Ingin memiliki banyak hal. Dan saat ini Anabelle merindukan Andrew.
Dari balik kantor pos, dia melihat Andrew. Seperti biasa, Andrew melambaikan tangannya dan, tersenyum. Itu pertama kalinya dia melihat Andrew tersenyum. Sebenarnya dua kali, sih. Kemarin mereka berdua tertawa gembira ketika mendapatkan setumpuk kue dan roti dari Mrs. Thankful. Namun kali ini Anabelle melihat senyuman Andrew begitu berbeda. Begitu hangat.
Anabelle membalas lambaiannya sambil ikut tersenyum. Kemudian Andrew berlari menyebrangi jalan menuju ke arahnya. Dia tidak melihat sebuah mobil pick up berisi tumpukan kotak kayu melintas kencang kearahnya. Dari kejauhan Anabelle berteriak memperingatkan Andrew. Kemudian dia melihat mobil itu berhenti sambil mengeluarkan bunyi mendecit. Pengemudi mobil pick up itu memaki-maki Andrew yang saat itu berdiri ketakutan tepat di depan mobil pick up itu.
Setelah puas dengan makian-makiannya, pengemudi mobil itu berusaha menjalankan mobilnya kembali. Belum sempat mobil itu berjalan, salah satu kotak kayu di belakangnya terjatuh dan membuat isinya tumpah ruah ke jalanan yang lengang. Anabelle melihat telur-telur berkilauan kecokelatan memenuhi jalanan. Dia berlari ke arah telu-telur itu, memungut telur-telur itu sebanyak yang mampu dia jejalkan ke balik lipatan roknya yang kumuh. Andrew ikut memungut telur-telur itu. Kilau telur-telur itu berpendaran di sekitar mereka.
Kemudian, mereka melihat kilauan yang sangat menyilaukan bergerak ke arah mereka begitu cepat dari sebuah mobil van yang melintas cepat disamping mereka dan dengan bunyi yang sangat memekakkan telinga. Mereka berdua tidak sempat berteriak. Toh, kalau pun berteriak, suara mereka berdua tertelan oleh bunyi ledakan yang terdengar hingga beberapa blok jauhnya.
***
Pagi hari.
Mrs. Finn memulai aktivitasnya seperti biasa. Membuka kedainya dan membuka tingkap-tingkap jendela kedai. Dia masih sering mendengus. Seperti kali ini. Dia mendengus ke arah anak anjing kumal yang sebagian tubuhnya tidak ditumbuhi bulu. Bekas luka bakar membuat anak anjing itu terlihat menjijikan bagi Mrs. Finn. Anak anjing itu sedang menggigit koran pagi miliknya.
Buru-buru Mrs. Finn menendang anak anjing itu sambil mengumpat. Dia tidak menghiraukan dengkingan kesakitan dari mulut anak anjing itu. Kemudian dia memungut koran yang beberapa bagian tepinya robek-robek bekas gigitan. Di halaman depan dia melihat sebuah foto wanita yang sangat dikenalnya.
“Mrs. Thankful?” desisnya nyaris tak percaya.
Dibawah foto wanita itu terpampang tulisan berita utama:
OTAK DIBALIK AKSI BOM MOBIL YANG MEMBUNUH 22 ORANG – Dicurigai sebagai anggota Kristen Protestan garis keras Irlandia Utara.
Mrs. Finn teringat gadis cilik itu. Anabelle.
(Dublin, Mei, 1979)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lebih Dari Jawaban Doa

Berkat bagi Bangsa

Tuhan yang Adil